Bertamu ke Bromo
Oleh: Rauzanya Amara / XI IPA 4
Pada studi lapangan angkatan Heksadasa Darmantya
Brahwalaga bulan Januari lalu, saya mendapatkan kesempatan mengunjungi Gunung Bromo untuk pertama
kalinya. Jam 11 malam pada tanggal 24 Januari, alarm berbunyi membangunkan
seisi kamar. Saya bergegas berganti baju hangat lalu menuju lobby hotel setelah mempersiapkan
barang-barang. Setelah menemukan teman yang berada di ELF yang sama dengan
saya, yaitu Thariq, kami berdua mencari ELF dan mengamankan tempat duduk.
Tak lama kemudian, dari ELF yang masih sepi, orang-orang
mulai memasuki mobil dan akhirnya guru pendamping di ELF kami yaitu Bu Riri
ikut duduk. Setelah menunggu giliran, akhirnya ELF kami berangkat. Saya
mendengarkan lagu sepanjang perjalanan, dan hanya mengonsumsi pisang dan jus
leci. Makanan lainnya saya serahkan ke teman-teman di samping saya, Thariq dan
Helmy. Mereka menerimanya dengan senang hati.
Tak terasa, saya tertidur selama sekitar 2 jam
perjalanan. Begitu sampai di pananjakan dan menginjakkan kaki ke luar, saya
terkejut akan dinginnya udara. Ditambah dengan hujan rintik-rintik dan angin
kencang, rasanya jaket tebal yang saya pakai tidak berfungsi apa pun. Tetap
terasa dingin. Saya memutuskan untuk ke toilet dulu sembari masih sepi, dan
ternyata benar—begitu saya keluar toilet, antreannya sudah sangat panjang.
Gelapnya langit dan cahaya yang tidak memadai membuat
saya susah mencari Jeep yang seharusnya saya naiki untuk perjalanan menuju
bukit. Setelah berjalan mengitari parkiran, saya akhirnya menemukan Deyna dan
Daffa, teman-teman satu Jeep saya. Daffa sudah menemukan Jeep-nya ternyata.
Della pun juga. Karena kami terlalu kedinginan untuk menunggui teman-teman yang
belum datang, kami memutuskan untuk masuk Jeep terlebih dahulu. Di dalam Jeep
jauh lebih hangat daripada di luar.
Tak lama kemudian, Asha datang. Kami menunggu agak lama
untuk Bu Riri, namun ternyata setelah melihat story Instagram teman kami, beliau sudah berada di Jeep lain. Akhirnya
diumumkan bahwa karena terlalu gelap, siswa bebas menaiki Jeep mana saja, bukan
harus Jeep yang ditentukan. Karena kita berpikir semua sudah kedapatan Jeep,
kami pun siap pergi. Sopir Jeep-nya pun telah menyalakan mesin. Namun ternyata,
ada ELF yang terlambat datang dan anak-anak di dalamnya belum mendapatkan Jeep.
Pintu Jeep kami pun terbuka, dan ternyata yang bergabung
dengan kami adalah Abhi. Setelah Jeep terisi penuh, akhirnya kami berangkat.
Tadinya saya ingin tidur selama perjalanan menuju Bukit Cinta, namun ternyata
hal itu susah dilakukan karena jalannya yang terjal dan kursi yang
sempit-sempitan. Melihat keadaan di luar Jeep yang masih hujan, saya khawatir
tidak dapat melihat matahari terbit.
Perjalanan menuju Bukit Cinta memakan waktu sekitar 1
jam. Kami diturunkan di parkiran yang terletak di jalanan menanjak, menuju Bukit
Cinta. Koordinasi pada saat itu sangat berantakan, sehingga saya dan Ranes
memutuskan untuk pergi terlebih dahulu, berjalan kaki. Selama kami berjalan
kaki, banyak sekali pedagang yang menjajakan macam-macam barang, mulai dari jas
hujan, minuman hangat, hingga ojek. Pada akhirnya saya dan Ranes memutuskan
untuk naik ojek ke atas setelah berjalan kaki sekitar 15 menit, karena kami
kira perjalanan masih jauh. Ternyata sudah dekat dengan Bukit Cinta.
Sesampainya di Bukit Cinta, hujan pun tetap turun. Saya
melihat banyak turis asing yang terlihat kecewa tidak dapat menyaksikan
matahari terbit di Bromo. Saya pun turut kecewa, karena saya tidak menyangka
cuaca akan seburuk ini. Pada akhirnya, saya tidak menaiki tangga menuju ke atas
bukit dan memilih untuk duduk di warung dan menyantap mi rebus.
Saya dan beberapa kawan lain memutuskan untuk pindah ke
tempat selanjutnya lebih dahulu, karena tidak ada hal yang bisa dilihat di
bukit. Kami mencari Jeep yang kosong dan menaikinya. Perjalanan menuju
destinasi selanjutnya, yaitu kawah Bromo, membutuhkan waktu sekitar 20 menit.
Saat sampai, hujan telah berhenti namun dinginnya tetap menusuk tulang. Saya
dan teman-teman saya memutuskan untuk minum susu hangat di warung yang tersedia
di tempat itu, sembari menunggu teman-teman yang lain datang.
Setelah kembali ke lokasi parkiran, ternyata Heksadraga
sudah cukup ramai. Sesi foto-foto pun dimulai. Saya sempat tertarik untuk
menunggangi kuda, namun menurut saya terlalu mahal sehingga saya mengurungkan
niat. Setelah berfoto-foto selama sekitar 1-2 jam, orang-orang mulai menuju
lokasi selanjutnya. Saya juga ingin begitu, namun ternyata Jeep saya sudah
terisi orang. Akhirnya saya dan Feysha menetap di kawah Bromo sampai hampir
semua Jeep pergi. Ketika kami mencari Jeep, kami bertemu dengan Neira dan
Talitha. Kami akhirnya bergabung dan Bima menawarkan Jeep-nya yang masih
kosong.
Perjalanan ke Bukit Teletubbies sendiri tidak seterjal
sebelum-sebelumnya, dan relatif lebih cepat. Sampai di Bukit Teletubbies, saya
bertemu dengan Anya dan mencari spot
foto yang jarang dilihat orang. Kami berjalan agak jauh dan akhirnya
berfoto-foto. Ketika berjalan balik, kami melihat Bita, Kinan, dan Hanum sedang
berfoto juga, sehingga kami menawarkan bantuan. Selanjutnya, kita bergantian
dengan mereka berfoto.
Saatnya untuk berpindah ke lokasi Pasir Berbisik. Pada
saat ini, saya sudah cukup lelah dan enggan untuk banyak berfoto. Awalnya saya
tidak ingin turun dari Jeep, namun suhu yang sudah lebih hangat dan
pemandangannya yang menakjubkan berhasil membujuk saya turun dari Jeep. Untung
saja saya turun, karena kalau tidak saya akan melewati pemandangan yang
spektakuler ini. Benar-benar terlihat seperti di Eropa!
Puas, kami akhirnya turun ke Pananjakan dengan Jeep dan
berpindah ke ELF untuk makan siang. Saya sangat takjub dengan pemandangan yang
disuguhkan di Bukit Teletubbies dan Pasir Berbisik. Terlihat seperti
pemandangan luar negeri. Susah dipercaya pemandangan seindah itu dapat dilihat
di Bromo. Meskipun cuaca buruk pada dini hari cukup mengecewakan, pagi yang
lebih cerah mengangkat perasaan saya. Saya akan menyimpan kenangan kunjungan ke
Bromo bersama Heksadasa Darmantya Brahwalaga selama-lamanya.
mantap!!! satu poin untuk literasi siswa Indonesia!!
BalasHapus