Belajar dari Peninggalan Bom Bali I

Terorisme sudah bukan menjadi hal asing lagi bagi Indonesia. Hal ini sudah sering terjadi dalam sejarahnya, bahkan hingga sekarang. Salah satu peristiwa terorisme yang pernah terjadi adalah Bom Bali I. Peristiwa ini menewaskan warga dalam jumlah yang tidak sedikit dan menimbulkan kerugian yang sangat besar, bahkan dianggap sebagai peristiwa terorisme terparah dalam sejarah Indonesia.

Untuk mengetahui lebih dekat pengenai peristiwa Bom Bali I, Penulis melakukan kunjungan ke Museum Polri yang berlokasi di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Hal yang paling ikonik dari museum ini adalah bagian luarnya, di mana sebuah patung polisi berdiri. Tidak dikenai biaya untuk masuk ke museum ini. Museum ini berisikan barang-barang yang berhubungan dengan sejarah dan tugas kepolisian.

Pembaca bisa memakai jasa pemandu agar lebih mengetahui cerita di balik benda-benda yang dipajang. Penjelasan yang diberikan cukup bagus dan mendetail. Sebelum memasuki museum, pengunjung diharuskan menitipkan kartu identitas di front desk dan barang bawaan seperti tas di loker. Museum ini buka setiap hari dari jam delapan pagi hingga tiga sore.

Di lantai pertama, barang-barang yang dipajang berfokus pada benda-benda yang dipakai pada zaman dahulu, kebanyakan berasal dari masa sebelum peristiwa G30S/PKI. Contoh benda yang dapat ditemui adalah kendaraan seperti sepeda dan motor, senjata-senjata yang dipakai untuk operasi tertentu, dan diorama mengenai perkembangan sejarah kepolisian di Indonesia. Di dekat tangga menuju lantai dua, terdapat infografis mengenai jendral kepolisian dari tahun pertamanya terbentuk, beserta dengan barang-barang milik jendral-jendral tersebut.

Di lantai kedua, pajangan yang bisa dilihat lebih berfokus pada hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan kepolisian, seperti seragam yang dipakai, diorama kapal, infografis mengenai tugas-tugas kepolisian beserta dengan divisinya, pajangan pangkat kepolisian, alat pendeteksi barang-barang palsu, dan beberapa barang peninggalan tokoh-tokoh kepolisian Indonesia yang penting. Terdapat pula kids area di lantai ini.

Di lantai tiga, pengunjung dapat melihat berbagai pajangan yang berhubungan dengan terorisme. Lantai ini merupakan lantai terakhir dan satu-satunya lantai yang tidak memperbolehkan pengambilan foto. Tiga pajangan yang paling mendominasi adalah barang-barang bukti dan infografis dari peristiwa ledakkan Bom Bali I, Bom Bali II, dan Bom JW Marriott.

Peninggalan-peninggalan peristiwa Bom Bali I masih bisa ditemui di Museum Polri Jakarta Selatan. Salah satu benda yang berhubungan dengan Bom Bali I yang dapat Anda jumpai adalah lukisan sketsa wajah pelaku Bom Bali I. Lukisan ini terletak di lantai dua museum. Di kanvas lukisan, ada dua wajah pelaku yang dilukiskan pada tanggal 16 Oktober 2002 di Bali, menurut tanda tangan yang tertulis. Selain lukisan wajah pelaku Bom Bali I, terdapat pula lukisan wajah pelaku Bom JW Marriott.



Tersangka peristiwa Bom Bali I ini terhitung cukup banyak, totalnya ada 26 orang. Namun, yang terkenal dan sudah diberi hukuman adalah Imam Samudra atau Abdul Aziz, Ali Imron alias Alik, Amrozi bin Nurhasyim atau Amrozi, dan Ali Gufron. Mereka semua diberikan hukuman mati, kecuali Ali Imron yang dijatuhi hukuman penjara seumur hidup. Amrozi bin Nurhasyim ditangkap pada 5 November 2002 di rumahnya yang berlokasi di Desa Tenggulun, Lamongan, Jawa Barat. Setelah itu, Amrozi diterbangkan ke Ngurah Rai untuk penyidikan lebih lanjut pada esok harinya dan ditetapkan sebagai tersangka dua hari kemudian.

Ali Imran dan Ali Gufron merupakan saudara dari Amrozi. Ali adalah adiknya dan Gufron adalah kakaknya. Mereka yang ikut terlibat dalam peristiwa ini pun diburu. Setelah itu, pada 10 November 2002, polisi mulai melakukan penyelidikan terhadap mobil yang dipakai dalam ledakkan tersebut dan diduga bahwa kakak tiri Amrozi, Tafsir, mengetahui banyak mengenai mobil tersebut.

Amrozi mulai diadili pada 12 Mei 2003. Setelah itu, pada 30 Juni 2003, Amrozi dituntut hukuman mati dan akhirnya didivonis pada 7 Juli pada tahun yang sama. Imam Samudra diadili kurang lebih setahun kemudian, tepatnya pada 2 Juni 2003 dan dituntut pada 28 Juli, lalu didivonis pada 10 Desember, di tahun yang sama pula. Ali Gufron pun menyusul dituntut dan didivonis hukuman mati pada masing-masing 28 Agustus dan 2 Oktober 2003.

Dari segi data korban dan kerugian, total ada 202 orang tewas dalam kejadian ini, di mana 164 orang merupakan warga negara asing yang berasal dari 24 negara. 38 orang sisanya merupakan warga negara Indonesia. Selain itu, 209 orang mengalami luka parah. Bom Bali I terjadi di Paddy’s Café dan Sari Club. Keduanya berlokasi di Legian, Bali. Radius ledakkan yang dihasilkan mencapai satu kilometer dari pusat ledakkan.

Selain di Paddy’s Café dan Sari Club, ledakkan juga terjadi di tempat yang sedikit lebih jauh, yaitu Kantor Konsulat Amerika Serikat. Untungnya, tidak ada korban jiwa dalam ledakkan tersebut. Ledakkan di Kantor Konsulat AS ini merupakan ledakkan terakhir dalam rangkaian ledakkan Bom Bali I. Ketiga kejadian tersebut terjadi saat tengah malam, sekitar jam 11 malam.

Bom Bali I disusul doleh Bom Bali II yang terjadi 3 tahun kemudian, tepatnya 1 Oktober 2005. Salah satu pelakunya adalah Dr. Azahri Husin. Ia juga termasuk di nama-nama yang tercantum di daftar tersangka Bom Bali II dan tewas saat penyergapan polisi di Kota Batu pada 9 November 2005.

Peninggalan dari Bom Bali I yang dipajang di Museum Polri bukan hanya lukisan dua pelaku bom tersebut saja. Di lantai tiga yang dikhususkan untuk area mengenai teroris, terdapat infografis mengenai Bom Bali I, diorama yang menunjukkan betapa berantakkan hasil dari pengeboman tersebut, dan serpihan-serpihan dari TKP. Serpihan yang dipajang diantaranya adalah bom yang dipakai, bangkai bomnya, dan barang-barang bukti pelaku. Sayangnya, area ini tidak boleh difoto demi keamanan.

Dari bom yang dipakai dan sudah meledak, komponen yang dapat terlihat di antaranya adalah kabel, baterai, dan serpihan-serpihan besi yang terbakar. Selain itu, terlihat juga komponen pipih yang menyerupai tombol telepon genggam jaman dahulu yang masih memakai keypad abc dari karet. Berbicara mengenai telepon genggam, bom yang digunakan pada saat itu diaktifkan pelaku melalui sebuah telepon genggam model Nokia 3350 yang tebal dan berwarna hitam.

Di sebelah telepon genggam, dipajang sebuah surat cokelat yang masih terikat dan disegel dengan cap merah. Surat ini merupakan surat wasiat sang pelaku, karena pengeboman yang terjadi merupakan bom bunuh diri. Di dekat telepon genggam dan surat, terlihat sebuah serpihan mobil dari tahun 1981 hingga 1983 yang dipakai dalam pengeboman. Serpihan cokelat panjang tersebut merupakan salah satu bagian suku cadangnya. Di suku cadang tersebut, tertulis angka KA611286 yang menandakan nomor chasisnya. Tetapi, setelah diselidiki lebih jauh, nomor chasis tersebut ternyata palsu. Nomor aslinya sudah digerindra dan ditimpa. Untuk mengetahui nomor aslinya, serpihan suku cadang tersebut diberikan kepada tim forensik Australia, atau dikenal dengan nama Australia Federal Police (AFP). Mereka melakukan proses scanning dan melibatkan proses kimiawi terhadap suku cadang tersebut agar dapat memunculkan nomor asli chasis suku cadang tersebut.

Di belakang suku cadang, terdapat paspor palsu milik Imam Samudra. Paspor tersebut memakai identitas palsu. Tertulis nama Faiz Yunshar di sana. Foto yang tercantum di paspor tersebut mirip dengan foto lukisan yang berada di lantai dua. Barang tersebut ditetapkan sebagai bukti pada Desember 2002, diketahui dari kertas penanda penetapan barang bukti di sebelahnya.

Selain pajangan barang-barang bukti, terdapat pula pajangan bom lain yang berbentuk boks plastil. Bom tersebut berbentuk butiran-butiran kecil bewarna abu-abu mengilap. Butiran-butiran tersebut ditempelkan ke kertas pink dan direkatkan dengan lem super kuat. Setelah itu, kertas tersebut ditempelkan ke tiap sisi boks plastik dan disambungkan dengan kabel. Tutup boks plastic tersebut pun tidak luput dari tempelan kertas berbom tersebut. Hal ini ditujukan agar bom dapat tersamarkan dari orang lain.

Total ada dua boks plastik yang isinya serupa. Kedua boks ini nantinya dihubungkan dengan kabel ke sebuah boks plastik yang lebih kecil dan pipih, namun juga berisikan rangkaian bom. Bila dihubungkan, bom yang ada di dalamnya akan otomatis meledak. Bom-bom yang dipajang sebenarnya masih aktif, namun rangkaiannya sudah diutak-atik sehingga sudah tidak bisa meledak.

Untuk mengingat kejadian tersebut, dibuatlah sebuah monumen pada 12 Oktober 2012, 10 tahun setelah kejadian Bom Bali I tersebut. Monumen tersebut memiliki nama asli Monumen Panca Benua, namun lebih dikenal oleh wisatawan dengan nama Monumen Ground Zero Bali. Monumen ini didirikan di Kuta, tepatnya di lokasi Paddy’s Pub sebelumnya berada dan di depan Sari Club. Paddy’s Pub sekarang berelokasi sedikit ke selatan monument ini dan sekarang dikenal dengan nama Paddy’s Reload. Monun ini bewarna putih dan berbentuk seperti wayang gunungan di tengahnya, lalu ada dua dinding berbentuk seperti segitiga. Di bagian bawahnya, pengunjung dapat melihat daftar nama-nama korban peristiwa Bom Bali I.

Dari barang-barang yang dipajang di Museum Polri yang berhubungan dengan Bom Bali I, saya belajar bahwa mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia tidaklah mudah, dan terorisme merupakan salah satu bentuk ancaman yang dapat memecah kesatuan dan persatuan tersebut. Sebagai warga negara Indonesia, sudah menjadi kewajiban kita untuk mempertahankan keutuhan wilayah negara tercinta ini.


Kita dapat mempertahankannya dengan menanamkan nilai-nilai Pancasila dalam diri kita dan menghargai perbedaan yang ada. Saya harap, kepolisian dapat terus melaksanakan tugasnya dengan baik. Bom Bali I, menurut penulis, ditangani dengan sangat baik, terlihat dari betapa cepat dan sigapnya tim kepolisian dalam mengurus kasus, mulai dari penyelidikan hingga pen-divonis-an pelaku-pelaku. Ancaman akan tetap terus ada dan kita harus bersiap dalam menghadapinya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menelusuri Sejarah Kendaraan di Museum Angkut

SUASANA RUANG MEJA MAKAN KELUARGA LAKSAMANA MAEDA!