Kenangan Di BNS

Pada tanggal 22 Januari sampai dengan 27 Januari 2018, angkatan ke-16 siswa-siswi SMA Labschool Kebayoran menjalani sebuah program tahunan sekolah yang berlangsung selama 6 hari, yaitu Studi Lapangan atau ‘stulap’. Program ini diikuti oleh setiap angkatan saat duduk di kelas XI tanpa terkecuali. Pada tahun ini, studi lapangan dilaksanakan di sejumlah lokasi sekitar Surabaya dan Malang. Setiap hari, siswa-siswi angkatan ke-16 dengan nama angkatan ‘Heksadasa Darmantya Brahwalaga’ atau lebih singkatnya ‘Heksadraga’ menjalani berbagai macam kegiatan dari pagi hingga malam. Jadwal yang sudah direncanakan oleh panitia beberapa bulan sebelumnya sangatlah padat. Oleh karena itu, kenangan yang dibawa pulang oleh semua yang ikut serta Studi Lapangan tahun ini bermacam-macam, baik bahagia maupun sedih, tetapi kenangan yang paling saya kenangi adalah saat kami mengunjungi BNS.

BNS, singkatan dari Batu Night Spectacular, adalah sebuah amusement park yang terletak di kawasan Batu, Malang. BNS adalah destinasi terakhir kami pada hari Jumat, 26 Januari 2018, setelah kami mengunjungi SMA Selamat Pagi, Museum Tubuh, dan Museum Angkut terlebih dahulu. Kegiatan yang kami lakukan di tempat-tempat tersebut seru dan menyenangkan, namun juga sedikit melelahkan. Maka,  BNS adalah kunjungan terakhir yang cocok, apalagi jika dihitung kalau malam tersebut merupakan malam terakhir kami di Malang.

Kami tiba di BNS sekitar jam 19.45 WIB, saat matahari sudah terbenam dan langit sudah menggelap. Selain gerimis ringan yang sekilas dan suhu yang sedikit dingin, cuaca malam itu cukup cocok untuk bermain di BNS. Saat kami tiba, panitia sudah siap di depan pintu masuk untuk memberikan gelang masuk kepada setiap siswa dan guru. Tetapi sebelum kami masuk, mereka memberitahu bahwa jika ingin kami naik wahana, kami harus bayar tiket terlebih dahulu. Ternyata, biaya gelang masuk tidak termasuk biaya naik semua wahana di BNS, seperti Dunia Fantasi di Jakarta. Saya sendiri tidak terganggu, karena saya sudah membawa tas kecil yang isinya dompet. Tetapi beberapa dari teman saya tidak sempat bawa uang, maka saya dan salah satu teman saya membayar tiket mereka beberapa kali saat berada di BNS.

Tentu saja, ketika pergi bersama rombongan sekolah yang berjumlah lebih dari 300 siswa dan guru, loket tiket pasti ramai. Saya bersama teman-teman saya terpaksa mengantri selama kurang lebih 10 menit hanya untuk membeli tiket-tiket wahana yang akan kami naiki. Seluruh wahana di BNS harga tiketnya relatif murah, sekitar Rp10-15.000 per orang. Wahana yang paling mahal adalah Go Kart dan Battle Area, dengan harga sekitar Rp35.000. Karena BNS memiliki wahana yang cukup banyak dan wilayah yang luas, terdapat beberapa loket tiket tersebar di setiap sudut BNS. Ketika kami mendekati suatu wahana, biasanya loket tiket  wahana tersebut berada di depan atau sampingnya. Loket tiket yang kami pertama jumpai menjual tiket untuk wahana Kursi Terbang, Kora-Kora, Sepeda Gila, dan Gravitron. Saya dan teman-teman saya tidak ingin naik semua wahana dulu, jadi kami hanya membeli tiket untuk Kursi Terbang, Kora-Kora, dan Gravitron.

Saat kami sudah membeli tiketnya, kami bisa langsung naik wahana pertama, yaitu Kursi Terbang. Kebetulan, tidak ada orang yang mengantri saat kami menyampirinya, maka kami dibolehkan untuk langsung masuk dan duduk di salah satu kursinya. Tentu saja, tas dan barang-barang berharga lainnya dianjurkan oleh petugas untuk ditinggalkan atau dititipkan agar tidak jatuh saat wahana berlangsung.

Setelah Kursi Terbang usai, keberuntungan masih berada di sisi kami. Kebetulan, tidak ada orang yang mengantri di depan Kora-Kora juga, jadi saya dan teman-teman saya dapat langsung menaikinya. Jujur, saat Kora-Kora semakin naik atau turun, saya merasa takut dan sedikit mual. Maka, untuk mengalihkan perhatian pikiran dan perut saya, saya sengaja berbicara bersama teman di samping saya selama wahana berjalan. Untungnya, dia tidak keberatan dan mendengarkan omongan saya hingga selesai. Ironi saja kalau saya dan teman saya sedang sibuk berbicara, sedangkan teman-teman saya yang lain berteriak di belakang.

Menurut saya, kedua wahana tersebut sangat menyenangkan. Saya sudah pernah naik wahana seperti Kursi Terbang dan Kora-Kora sebelumnya saat saya berkunjung ke Dufan bersama teman-teman, walaupun wahana-wahana di sana jauh lebih besar dibandingkan dengan wahana di BNS. Tetapi, saya belum pernah naik wahana seperti Gravitron. Awalnya, saya dan teman-teman saya cemas tentang wahananya, kebetulan mereka juga belum pernah naik wahana seperti itu, tetapi ternyata tidak ada yang perlu dicemaskan. Gravitron memang berputar dengan sangat cepat hingga gravitasinya berubah, seperti namanya. Seharusnya kami merasa pusing karena wahananya diputar berkali-kali, tetapi orang-orang di dalam wahana tidak terpengaruhi. Namun karena gravitasinya berbeda, tubuh kami terasa lebih berat dan kami susah menggerakkan anggota tubuh juga. Meskipun begitu, semua orang di dalam Gravitron, termasuk saya dan teman-teman saya, menikmati pengalamannya.

Setelah ketiga wahana tersebut, kami menelusuri wahana BNS yang lain. Wahana berikutnya yang kami ikut serta adalah wahana Battle Area. Seperti namanya, pemain menembakkan pemain-pemain yang lain dengan laser. Setiap kali pemain berhasil, mereka menerima 1 poin. Pemenangnya adalah pemain yang mengumpulkan poin yang terbanyak. Wahana Battle Area mencakup sebuah ranjau yang luas, maka kami bisa tersebar dimana-mana dengan mudah. Setelah Battle Area selesai, kami berjalan-jalan di sekitar BNS sebelum ikut bermain di sejumlah wahana lainnya, seperti Magic Bounce. Kami membeli tiket Magic Bounce di loket tiket yang sama dengan Battle Area, walaupun wahananya sendiri tidak begitu seru dibandingkan dengan Kursi Terbang dan Gravitron.

Wahana terakhir yang kami kunjungi bukanlah dalam bentuk permainan, namun dalam bentuk taman. Betul, wahana tersebut merupakan Lampion Garden, sebuah taman yang penuh dengan berbagai macam lampion yang menarik dan juga menakjubkan. Terdapat sebuah jalan kecil juga agar pengunjung dapat berjalan sambil menikmati lampion-lampion di sekitar mereka. Selain itu, ada sebuah kafe kecil bagi yang ingin istirahat dan makan terlebih dahulu.

Sayangnya, kami tidak mampu menghabiskan waktu yang lama di Lampion Garden karena tak lama kemudian semua siswa dan siswi diminta kembali ke bis semula untuk perjalanan kembali ke hotel. Saya dan teman-teman saya hampir telat ke bisnya, karena kami sibuk mengagumi keindahannya Lampion Garden.

Pada akhirnya, pengalaman pertama saya di BNS ini merupakan pengalaman yang sangat berharga. Walaupun saya dapat mengalaminya lagi di Dufan bersama teman-teman saya, itu tidak akan terasa sama. Pengalaman yang kami dapatkan, tawa yang kami alami, serta kenangan yang kami peroleh dari satu malam di Batu Night Spectacular ini. Semua hal itu akan saya kenang selamanya.

Oleh: Annisa Putri Cahyani/XI-MIPA 4

















Komentar

  1. Kayaknya asik banget ya, semoga nanti saya juga bias ke bromo!

    BalasHapus
  2. Jadi beneran pengen liat-liat juga nihh

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menelusuri Sejarah Kendaraan di Museum Angkut

SUASANA RUANG MEJA MAKAN KELUARGA LAKSAMANA MAEDA!

Belajar dari Peninggalan Bom Bali I