Artefak di Museum Perumusan Naskah Proklamasi

Oleh: Fannesha Ristananda XI MIPA 4

/Users/NatsirAdnan/Desktop/Photos Library.photoslibrary/resources/proxies/derivatives/89/00/89b8/UNADJUSTEDNONRAW_thumb_89b8.jpg

Pada tanggal 24 Februari 2018 kemarin, saya mengunjungi 2 museum yaitu Museum Perumusan Naskah Proklamasi dan Museum Joang 45 di Menteng Jakarta Pusat.
                  Naskah Proklamasi tentunya sudah tak asing lagi didengar di telinga kita semua, namun tak semua orang mengerti dan tahu sejarahnya. Naskah Proklamasi Indonesia dibuat dengan sejarah yang menarik dan unik.
                  Naskah Proklamasi adalah sebuah teks yang berisi pernyataan atau deklarasi. Pernyataannya adalah pernyataan kemerdekaan bangsa Indonesia. Lalu bagaimanakah isi Naskah Proklamasi Bangsa Indonesia, dan apa yang membuatnya sangat menarik? Tidak seperti naskah proklamasi Amerika Serikat yaitu Declaration of Independence, naskah proklamasi Indonesia sangatlah singkat dan hanya dibuat dalam semalam. Namun sebelum itu, mari kita bahas sejarah singkat sebelum pembuatannya dulu.
                  Pada tanggal 8 Maret 1942, Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang setelah diberikan ultimatum oleh Jepang. Kemudian mulai hari itu hingga tahun 1945, Jepang menguasai Indonesia. Walaupun pada akhirnya Jepang tidak terlalu berbeda dengan Belanda pada ahirnya, awalnya rakyat bersimpati dengan Jepang, mereka diperbolehkan untuk berbahasa Indonesia, mengibarkan bendera merah putih (tetapi harus berdampingan dengan bendera Jepang, Hinomaru), dan Jepang bahkan berjanji untuk memberikan kemerdekaan untuk Indonesia suatu hari nanti, sangat berbeda dengan Belanda.
                  Saat Jepang mulai terdesak di seluruh front Perang Pasifik, moral pasukannya semakin menurun yang mengakibatkan krisis ekonomi dan politik di Jepang. Pada tanggal 17 Juli 1944, Jenderal Hideki Tojo digantikan sebagi perdana menteri oleh Jenderal Kuniaki Koiso. Jenderal Kunaiki Koiso mendapatkan tugas berat dalam membawa Jepang ke kedudukan sebelumnya yang berwibawa di mata Asia. Oleh karena itu, ia menjajikan kemerdekaan beberapa negara termasuk Indonesia. Tanggal 7 September 1944, Indonesia diberikan janji kemerdekaan oleh Jenderal Koiso. Tujuannya agar Indonesia tidak mengadakan perlawanan kepada Jepang.
                   Maka dibuatlah panitia-panitia seperti BPUPKI dan PPKI. BPUPKI bertujuan untuk mempelajari dan menyelidiki hal-hal penting yang berkaitan dengan pembentukan negara Indonesia yang merdeka. Salah satu hal tersebut adalah perumusan dasar negara. Kemudian ketika pada akhir bulan Juli 1945, Jepang mengadakan rapat di Singapura yang menyetujui pemberian kemerdekaan bagi bangsa Indonesia pada tanggal 7 September 1945 mendatang, dan pada tanggal 7 Agustus 1945, PPKI pun dibuat dengan ketuanya Ir. Sukarno. PPKI bertujuan untuk melanjutkan hasil kerja BPUPKI dan menyiapkan pemindahan kekuasaan dari pihak Jepang kepada Indonesia.
                  Namun, pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945, bom atom dijatuhkan oleh Sekutu di Hiroshima dan Nagasaki. Jenderal Terauchi terpaksa untuk mengubah tanggal pemberian kemerdekaan Indonesia menjadi tanggal 24 Agustus 1945 agar rakyat tidak memberontak. Setelah itu, pada tanggal 15 Agustus 1945, Jepang menyerah tanpa syarat secara diam-diam kepada Sekutu. Meskipun begitu, sejumlah tokoh pergerakan bawah tanah dan pemuda mengetahuinya. Merekapun terdorong untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia secepat mungkin dan mereka juga berpendapat bahwa kemerdekaan Indonesia harus lepas dari pihak lain karena itu hak dan masalah rakyat sendiri.
                  Meskipun golongan muda ingin Indonesia merdeka pada tanggal 16 Agustus, golongan tua tidak mau karena khawatir akan terjadi pertumpahan darah melawan Jepang. Kalangan pemuda mengadakan rapat tengah malam menjelang tanggal 16 Agustus bersama Sukarni, Jusuf Kunto, dr. Muwardi, Shodanco Singgih. Mereka memutuskan untuk mengamankan Soekarno dan Hatta (dua pemimpin berwibawa di mata rakyat) agar jauh dari pengaruh Jepang. Mereka beserta istri dan anaknya dibawa ke Rengasdengklok, Jawa Barat agar mereka berani untuk memproklamasikan sesuai kemauan para pemuda. Rengasdengklok dipilih karena batalyon PETA Jakarta dan Rengasddengklok sering berlatih bersama, dengan demikianm jika ada pasukan Jepang yang bergerak ke sanam akan cepat diketahui dan dihadang.
                  Di Rengasdengklok, Shodanco Singgih menyimpulkan bahwa Soekarno dan Hatta bersedia untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia segera setelah kembali ke Jakarta. Kemudian Ahmad Subarjo (mencari dan menemukan Soekarno-Hatta di Rengasdengklok dini hari, kemudian menengahi golongan muda dan tua) menjamin kepada para pemuda bahwa Indonesia akan merdeka esok harinya pada tanggal 17 Agustus dengan jaminan nyawanya. Setelah yakin dengan jaminannya tersebut, Shodanco Subeno dari Daidan PETA Rengasdengklok bersedia melepaskan Soekarno dan Hatta.
                  Soekarno dan Hatta tiba di Jakarta tanggal 16 Agustus sekitar pukul 23.00 WIB. Mereka mengundang para anggota PPKI untuk rapat di Hotel Des Indies. Namun mereka memindahkan tempat rapat ke kediaman Laksamana Tadashi Maeda di Miyokodori karena adanya aturan  yang melarang rapat setelah pukul 22.00 WIB. Laksamana Maeda, seorang kepala perwakilan Angkatan Laut Jepang merasa simpati kepada mereka dan dia menjamin keselamatan para anggota PPKI selama berkumpul di rumahnya, namun dia tidak mengikuti rapat mereka.
                   Sebelum mengikuti rapat dengan PPKI, Soekarno-Hatta menemui kepala pemerintahan umum Mayor Jenderal Nishimura untuk mengetahui sikapnya mengenai pelaksanaan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Pertemuan tersebut berakhir ketidaksamapahaman. Soekarno-Hatta bersikeras melaksanakan proklamasi sesuai dengan garis kebijakan Jenderal Terauchi. Namun di lain pihak, Mishimura bersikeras untuk memelihara  status quo di Indonesia sesuai dengan garis kebijakan Sekutu, sehingga melarang kegiatan dalam bentuk apa pun termasuk rapat PPKI dan proklamasi. Dikarenakan tidak sepaham, Soekarno-Hatta yakin untuk melaksanakan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia meski tidak disetujui oleh pihak Jepang.
                  Setelah pertemuan itu, Soekarno-Hatta pergi ke kediaman Laksamana Maeda yang sudah ramai dengan para anggota PPKI dan para pemuda. Terjadilah perumusan naskah proklamasi yang dilakukan oleh Soekarno, Hatta, dan Achmad Subardjo, dengan Sukarni, B.M. Diah, dan Sudiro sebagai saksi. Soekarno menuliskan konsep pada secarik kertas sementara  Hatta dan Achmad Subardjo menyumbangkan pikiran secara lisan. Konsep proklamasi tersebut terdiri atas dua kalimat. Kalimat pertama menyatakan kemauan bangsa Indonesia untuk menentukan nasibnya sendiri, dan kalimat kedua menyatakan mengenai pengalihan kekuasaan (transfer of sovereignity).
                  Sesudah itu, terjadi perdebatan mengenai siapa yang akan menandatangani dokumen tersebut. Soekarno mengusulkan agar ditandatangani oleh semua orang yang hadir seperti deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat, namun usulan itu ditentang oleh kalangan pemuda yang tetap menganggap kalangan tua sebagai kolaborator (orang yang bekerja sama dengan musuh). Agar proklamasi bersih total dari pengaruh Jepang, Sukarni mengusulkan agar teks tersebut ditandatangani oleh Soekarno-Hatta, atas nama bangsa Indonesia. Usulan tersebut juga didasari kedua tokoh tersebut sudah diakui sebagai pemimpin utama rakyat Indonesia. Usula Sukarni pun disetujui oleh yang lain.
                  Konsep naskah proklamasi diketik oleh Sayuti Melik, sementara secarik kertas yang awalnya digunakan untuk menulis konsepnya, dibuang. Namun akhirnya diselamatkan dan disimpan oleh B.M. Diah. Terjadi sedikit perubahan kecil dalam pengetikannya yang telah disetujui seperti pengetikan tulisan “tempoh” menjadi “tempo”, “wakil-wakil bangsa Indonesia” menjadi “atas nama bangsa Indonesia”, dan “Djakarta, 17-08-45” menjadi “Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen ‘05”. Setelah selesai diketik, Soekarno-Hatta menandatanganinya dan selesailah perumusan teks Proklamasi Kemedrdekaan Indonesia.
                  Pagi-pagi tanggal 17 Agustus 1945, proklamasi kemerdekaan baru saja dirumuskan. Berita tersebar melalui mulut ke mulut bahwa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia akan dilaksanakan di Lapangan Ikada (sekarang Lapangan Monas). Setelah mengetahui kabar tersebut, tentara Jepang bersenjata lengkap mengepung lapangan tersebut. Sukarni lalu melaporkan bahwa lapangan tersebut telah siap untuk pembacaan proklamasi, namun Soekarno tidak menyetujui karena pembacaan di sana akan menikmbulkan bentrokan antara rakyat dan pasukan Jepang. Akhirnya agar aman, disepakati bahwa proklamasi kemerdekaan dilaksanakan di kediaman Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta (Sekarang Gedung Perintis Kemerdekaan di Jalan Proklamasi).

                  Pada awalnya, berita pemindahan tempat belum diketahui para pemuda. Kemudian pemuda yang bernama Sudiro dari Barisan Pelopor menerima informasi dari dr. Muwardi yang mengenai tempat pelaksanaan proklamasi. Ia pun segera menyebar berita itu kepada para pemuda yang lain. Mereka pun segera bergegas ke rumah Ir. Soekarno.
                                    Menjelang pembacaan teks proklamasi kemerdekaan, para hadirin telah memadati halaman rumah Ir. Soekarno. Keamanan dijaga oleh pasuka PETA di bawah pimpinan Shodanco Latief Hendraningrat dan Shodanco Arifin Abdurrahman. Persiapan upacar dipimpin oleh Suwiryo, selaku Walikota Jakarta saat itu.
                  Persiapan untuk upacara serba spontan, bendera yang digunakan pun tidak berukuran standar. Namun upacara tersebut tetap bermakna. Menjelang pukul 10.00 WIB, para tokoh politik dan pemuka masyarakat mulai berdatangan. Sementara itu, para pemuda tidak sabar lagi menunggu dimulainya pembacaan teks proklamasi. Mereka mendesak dr. Muwardi untuk mengingatkan Soekarno yang bersikeras membacakan teks proklamasi setelah Moh. Hatta datang. Lima menit menjelang waktu yang ditentukan, Moh. Hatta datang. Upacara proklamasi pun dilaksanakan.
                  Upacara tersebut berlangsung tanpa protocol, dan sebelum dibacakan proklamasi, Soekarno memberi pidato singkat dahulu. Setelah pembacaan teks selesai, acara dilanjutkan dengan pengibaran bendera merah putih dengan diringi lagu Indonesia Raya. Selesai itu, dilanjutkan dengan pidato dari Suwiryo dan dr. Muwardi.
                  Upacara hanya berlangsung sekitar sejam. Meskipun singkat dan sederhana, teks proklamasi itu membawa perubahan besar bagi Indonesia.
                 
                 



Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menelusuri Sejarah Kendaraan di Museum Angkut

SUASANA RUANG MEJA MAKAN KELUARGA LAKSAMANA MAEDA!

Kali Pertama ke Bromo