Artefak di Museum Perumusan Naskah Proklamasi
Oleh: Fannesha Ristananda XI MIPA 4
Pada tanggal 24 Februari 2018
kemarin, saya mengunjungi 2 museum yaitu Museum Perumusan Naskah Proklamasi dan
Museum Joang 45 di Menteng Jakarta Pusat.
Naskah
Proklamasi tentunya sudah tak asing lagi didengar di telinga kita semua, namun
tak semua orang mengerti dan tahu sejarahnya. Naskah Proklamasi Indonesia
dibuat dengan sejarah yang menarik dan unik.
Naskah
Proklamasi adalah sebuah teks yang berisi pernyataan atau deklarasi.
Pernyataannya adalah pernyataan kemerdekaan bangsa Indonesia. Lalu bagaimanakah
isi Naskah Proklamasi Bangsa Indonesia, dan apa yang membuatnya sangat menarik?
Tidak seperti naskah proklamasi Amerika Serikat yaitu Declaration of Independence, naskah proklamasi Indonesia sangatlah
singkat dan hanya dibuat dalam semalam. Namun sebelum itu, mari kita bahas
sejarah singkat sebelum pembuatannya dulu.
Pada
tanggal 8 Maret 1942, Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang setelah
diberikan ultimatum oleh Jepang. Kemudian mulai hari itu hingga tahun 1945,
Jepang menguasai Indonesia. Walaupun pada akhirnya Jepang tidak terlalu berbeda
dengan Belanda pada ahirnya, awalnya rakyat bersimpati dengan Jepang, mereka
diperbolehkan untuk berbahasa Indonesia, mengibarkan bendera merah putih
(tetapi harus berdampingan dengan bendera Jepang, Hinomaru), dan Jepang bahkan berjanji untuk memberikan kemerdekaan
untuk Indonesia suatu hari nanti, sangat berbeda dengan Belanda.
Saat
Jepang mulai terdesak di seluruh front Perang Pasifik, moral pasukannya semakin
menurun yang mengakibatkan krisis ekonomi dan politik di Jepang. Pada tanggal
17 Juli 1944, Jenderal Hideki Tojo digantikan sebagi perdana menteri oleh
Jenderal Kuniaki Koiso. Jenderal Kunaiki Koiso mendapatkan tugas berat dalam
membawa Jepang ke kedudukan sebelumnya yang berwibawa di mata Asia. Oleh karena
itu, ia menjajikan kemerdekaan beberapa negara termasuk Indonesia. Tanggal 7
September 1944, Indonesia diberikan janji kemerdekaan oleh Jenderal Koiso.
Tujuannya agar Indonesia tidak mengadakan perlawanan kepada Jepang.
Maka dibuatlah panitia-panitia seperti BPUPKI
dan PPKI. BPUPKI bertujuan untuk mempelajari dan menyelidiki hal-hal penting
yang berkaitan dengan pembentukan negara Indonesia yang merdeka. Salah satu hal
tersebut adalah perumusan dasar negara. Kemudian ketika pada akhir bulan Juli
1945, Jepang mengadakan rapat di Singapura yang menyetujui pemberian
kemerdekaan bagi bangsa Indonesia pada tanggal 7 September 1945 mendatang, dan
pada tanggal 7 Agustus 1945, PPKI pun dibuat dengan ketuanya Ir. Sukarno. PPKI
bertujuan untuk melanjutkan hasil kerja BPUPKI dan menyiapkan pemindahan
kekuasaan dari pihak Jepang kepada Indonesia.
Namun,
pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945, bom atom dijatuhkan oleh Sekutu di Hiroshima
dan Nagasaki. Jenderal Terauchi terpaksa untuk mengubah tanggal pemberian
kemerdekaan Indonesia menjadi tanggal 24 Agustus 1945 agar rakyat tidak
memberontak. Setelah itu, pada tanggal 15 Agustus 1945, Jepang menyerah tanpa
syarat secara diam-diam kepada Sekutu. Meskipun begitu, sejumlah tokoh
pergerakan bawah tanah dan pemuda mengetahuinya. Merekapun terdorong untuk
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia secepat mungkin dan mereka juga
berpendapat bahwa kemerdekaan Indonesia harus lepas dari pihak lain karena itu
hak dan masalah rakyat sendiri.
Meskipun
golongan muda ingin Indonesia merdeka pada tanggal 16 Agustus, golongan tua
tidak mau karena khawatir akan terjadi pertumpahan darah melawan Jepang. Kalangan
pemuda mengadakan rapat tengah malam menjelang tanggal 16 Agustus bersama
Sukarni, Jusuf Kunto, dr. Muwardi, Shodanco
Singgih. Mereka memutuskan untuk mengamankan Soekarno dan Hatta (dua
pemimpin berwibawa di mata rakyat) agar jauh dari pengaruh Jepang. Mereka beserta
istri dan anaknya dibawa ke Rengasdengklok, Jawa Barat agar mereka berani untuk
memproklamasikan sesuai kemauan para pemuda. Rengasdengklok dipilih karena
batalyon PETA Jakarta dan Rengasddengklok sering berlatih bersama, dengan
demikianm jika ada pasukan Jepang yang bergerak ke sanam akan cepat diketahui
dan dihadang.
Di
Rengasdengklok, Shodanco Singgih
menyimpulkan bahwa Soekarno dan Hatta bersedia untuk memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia segera setelah kembali ke Jakarta. Kemudian Ahmad Subarjo
(mencari dan menemukan Soekarno-Hatta di Rengasdengklok dini hari, kemudian
menengahi golongan muda dan tua) menjamin kepada para pemuda bahwa Indonesia
akan merdeka esok harinya pada tanggal 17 Agustus dengan jaminan nyawanya.
Setelah yakin dengan jaminannya tersebut, Shodanco
Subeno dari Daidan PETA
Rengasdengklok bersedia melepaskan Soekarno dan Hatta.
Soekarno
dan Hatta tiba di Jakarta tanggal 16 Agustus sekitar pukul 23.00 WIB. Mereka mengundang
para anggota PPKI untuk rapat di Hotel Des Indies. Namun mereka memindahkan
tempat rapat ke kediaman Laksamana Tadashi Maeda di Miyokodori karena adanya aturan
yang melarang rapat setelah pukul 22.00 WIB. Laksamana Maeda, seorang
kepala perwakilan Angkatan Laut Jepang merasa simpati kepada mereka dan dia
menjamin keselamatan para anggota PPKI selama berkumpul di rumahnya, namun dia
tidak mengikuti rapat mereka.
Sebelum mengikuti rapat dengan PPKI,
Soekarno-Hatta menemui kepala pemerintahan umum Mayor Jenderal Nishimura untuk
mengetahui sikapnya mengenai pelaksanaan proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Pertemuan tersebut berakhir ketidaksamapahaman. Soekarno-Hatta bersikeras
melaksanakan proklamasi sesuai dengan garis kebijakan Jenderal Terauchi. Namun di
lain pihak, Mishimura bersikeras untuk memelihara status quo di Indonesia sesuai
dengan garis kebijakan Sekutu, sehingga melarang kegiatan dalam bentuk apa pun
termasuk rapat PPKI dan proklamasi. Dikarenakan tidak sepaham, Soekarno-Hatta
yakin untuk melaksanakan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia meski tidak disetujui
oleh pihak Jepang.
Setelah
pertemuan itu, Soekarno-Hatta pergi ke kediaman Laksamana Maeda yang sudah
ramai dengan para anggota PPKI dan para pemuda. Terjadilah perumusan naskah
proklamasi yang dilakukan oleh Soekarno, Hatta, dan Achmad Subardjo, dengan
Sukarni, B.M. Diah, dan Sudiro sebagai saksi. Soekarno menuliskan konsep pada secarik
kertas sementara Hatta dan Achmad
Subardjo menyumbangkan pikiran secara lisan. Konsep proklamasi tersebut terdiri
atas dua kalimat. Kalimat pertama menyatakan kemauan bangsa Indonesia untuk
menentukan nasibnya sendiri, dan kalimat kedua menyatakan mengenai pengalihan
kekuasaan (transfer of sovereignity).
Sesudah itu, terjadi perdebatan
mengenai siapa yang akan menandatangani dokumen tersebut. Soekarno mengusulkan
agar ditandatangani oleh semua orang yang hadir seperti deklarasi kemerdekaan
Amerika Serikat, namun usulan itu ditentang oleh kalangan pemuda yang tetap
menganggap kalangan tua sebagai kolaborator (orang yang bekerja sama dengan
musuh). Agar proklamasi bersih total dari pengaruh Jepang, Sukarni mengusulkan
agar teks tersebut ditandatangani oleh Soekarno-Hatta, atas nama bangsa
Indonesia. Usulan tersebut juga didasari kedua tokoh tersebut sudah diakui
sebagai pemimpin utama rakyat Indonesia. Usula Sukarni pun disetujui oleh yang
lain.
Konsep
naskah proklamasi diketik oleh Sayuti Melik, sementara secarik kertas yang
awalnya digunakan untuk menulis konsepnya, dibuang. Namun akhirnya diselamatkan
dan disimpan oleh B.M. Diah. Terjadi sedikit perubahan kecil dalam
pengetikannya yang telah disetujui seperti pengetikan tulisan “tempoh” menjadi “tempo”,
“wakil-wakil bangsa Indonesia” menjadi “atas nama bangsa Indonesia”, dan “Djakarta,
17-08-45” menjadi “Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen ‘05”. Setelah selesai
diketik, Soekarno-Hatta menandatanganinya dan selesailah perumusan teks Proklamasi
Kemedrdekaan Indonesia.
Pagi-pagi
tanggal 17 Agustus 1945, proklamasi kemerdekaan baru saja dirumuskan. Berita tersebar
melalui mulut ke mulut bahwa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia akan dilaksanakan
di Lapangan Ikada (sekarang Lapangan Monas). Setelah mengetahui kabar tersebut,
tentara Jepang bersenjata lengkap mengepung lapangan tersebut. Sukarni lalu
melaporkan bahwa lapangan tersebut telah siap untuk pembacaan proklamasi, namun
Soekarno tidak menyetujui karena pembacaan di sana akan menikmbulkan bentrokan
antara rakyat dan pasukan Jepang. Akhirnya agar aman, disepakati bahwa
proklamasi kemerdekaan dilaksanakan di kediaman Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur
No. 56, Jakarta (Sekarang Gedung Perintis Kemerdekaan di Jalan Proklamasi).
Pada
awalnya, berita pemindahan tempat belum diketahui para pemuda. Kemudian pemuda
yang bernama Sudiro dari Barisan Pelopor menerima informasi dari dr. Muwardi
yang mengenai tempat pelaksanaan proklamasi. Ia pun segera menyebar berita itu
kepada para pemuda yang lain. Mereka pun segera bergegas ke rumah Ir. Soekarno.
Menjelang
pembacaan teks proklamasi kemerdekaan, para hadirin telah memadati halaman
rumah Ir. Soekarno. Keamanan dijaga oleh pasuka PETA di bawah pimpinan Shodanco Latief Hendraningrat dan Shodanco Arifin Abdurrahman. Persiapan upacar
dipimpin oleh Suwiryo, selaku Walikota Jakarta saat itu.
Persiapan
untuk upacara serba spontan, bendera yang digunakan pun tidak berukuran
standar. Namun upacara tersebut tetap bermakna. Menjelang pukul 10.00 WIB, para
tokoh politik dan pemuka masyarakat mulai berdatangan. Sementara itu, para
pemuda tidak sabar lagi menunggu dimulainya pembacaan teks proklamasi. Mereka mendesak
dr. Muwardi untuk mengingatkan Soekarno yang bersikeras membacakan teks
proklamasi setelah Moh. Hatta datang. Lima menit menjelang waktu yang
ditentukan, Moh. Hatta datang. Upacara proklamasi pun dilaksanakan.
Upacara
tersebut berlangsung tanpa protocol, dan sebelum dibacakan proklamasi, Soekarno
memberi pidato singkat dahulu. Setelah pembacaan teks selesai, acara
dilanjutkan dengan pengibaran bendera merah putih dengan diringi lagu Indonesia Raya. Selesai itu, dilanjutkan
dengan pidato dari Suwiryo dan dr. Muwardi.
Upacara
hanya berlangsung sekitar sejam. Meskipun singkat dan sederhana, teks
proklamasi itu membawa perubahan besar bagi Indonesia.
wah.. makasih untuk informasinya.. :)
BalasHapus