Kesan Berkesan Mengesankan
Oleh: Fannesha Ristananda XI MIPA 4
SMA LABSCHOOL KEBAYORAN 2018
Perjalanan saya dimulai pada hari Senin tanggal 22 Januari
2018 dengan berkumpul di Stasiun Gambir, Jakarta Pusat, pada pukul 5 sore di
pintu utara. Akan tetapi, saya baru menaiki Kereta Api Agro Anggrek tujuan
Surabaya saat sekitar jam Sembilan malam dan kereta baru jalan saat sekitar
pukul sembilan lewat tiga puluh menit. Hal
yang membekas di dalam ingatan saya salah satunya adalah duduk diantara
teman-teman saya di kereta api. Memang bukan pertama kalinya, namun karena
perjalanan memang semalaman, malam itu di kereta api terasa seperti menginap di
rumah teman yang berjalan melintasi pulau jawa dengan pemandangan keluar
jendela pertama adalah lampu-lampu kota menerangi Jakarta lalu kian berubah
menjadi gelap dan terang silih berganti secara cepat.
Hal lain yang muncul di ingatan saya ketika mengingat
kembali perjalanan studi lapangan ini adalah betapa banyak aktivitas yang
dilakukan dalam hanya enam hari. Saking banyaknya saya sempat terlupa sudah
berapa hari yang telah habis bahkan saat menjalankannya. Namun saya senang
karena saya merasa telah menjadi pemuda yang banyak beraktivitas, walaupun
sebenarnya saya tahu dalam hati terdalam itu sama sekali belum dapat
dibandingkan dengan hal-hal seperti menemukan penemuan baru, membuat organisasi
nasional, atau merebut Konstantionpel. Namun setidaknya tidak hanya diam duduk
dan tidak melakukan apapun selain menonton TV. Jika kita ingin bangun untuk
membuat lelah tubuh dengan cara yang positif, niscaya ketika selesai, manisnya
buah pohon yang telah kita tanam akan terasa nikmat di dalam mulut.
Sekarang saya ingin menceritakan mengenai pengalaman saya
saat ke Gunung Bromo bersama angkatan. Kami berangkat ke Bromo di hari kedua
kami di Malang. Kami memulai hari bahkan sebelum hari kita di sana dimulai.
Kami bangun sejam sebelum jam dua belas malam tepatnya. Berarti jika dihitung
dengan perhitungan kalender masehi, hari belum juga berganti. Namun cukup
dengan pembahasan hari. Setelah saya bangun tidur, saya membawa persiapan baju
hangat yang telah dibawa dari Jakarta. Saya membawa topi hangat, syal hangat,
dan sarung tangan hangat, semua saya dapatkan dari kunjungan ke Gunung Bromo
pertama saya bersama keluarga sendiri. Saya ingat ketika ke Bromo dulu bahwa
temperaturnya terasa sangat dingin dan saya menggigil terus walaupun mengenakan
baju tebal berlembar-lembar. Saya baru merasakan hangat setelah matahari
terbit, bahkan malah kepanasan.
Karena itu saya ingat untuk memasukkan semua baju hangat,
termasuk sweater dan jaket agar tidak merasakan nasib yang sama sekitar lima
tahun yang lalu.
Akan tetapi, sebelum saya menaiki elf dengan teman-teman
saya yang lain, saya sempat bertemu dengan guru saya. Beliau menganjurkan agar
saya tidak memakai baju yang terlalu hangat dulu jika belum sampai disana. Ehh..
kok begitu? Namun saya rasa ada sesuatu yang sangat masuk akal dengan
perkataannya walau belum memahami betul sebab dan bagaimana itu dapat membantu,
sehingga saya menurutinya.
Akhirnya supir elf memberhentikan mobilnya dan kami keluar. Eh,
ternyata benar, di saat Bromo memang mengalami musim rintik-rintik dan berangin
lalu banyak teman-teman saya yang menggigil dan kedinginan, saya malah tidak
begitu kedinginan. Malah lucunya saya merasa biasa saja seperti suhu dingin
puncak jika tidak lebih hangat sedikit saja. Saya sempat berfikir, “Mungkin
saya merasakan hangat karena sugesti saja.” Namun jika dipikirkan lagi, secara
logika, jawabannya adalah karena suhu tubuh saya yang sudah mulai biasa dengan
temperatur dingin Bromo sehingga tidak syok lagi ketika keluar dari mobil.
Setelah itu, kami menaiki jeep-jeep yang sudah tersedia
untuk pergi lebih jauh lagi. Pada sekitar jam empat hingga lima, kami turun
dari jeep lalu melanjutkan dengan jalan kaki, mendaki untuk sampai ke bukit
cinta. Tempat foto-foto dan sholat shubuh.
Setelah sholat Shubuh dengan air wudhu yang dingin
menyegarkan dan atap bocor yang merintikkan hujan ke atas sajadah, saya
berjalan lagi mendaki anak tangga untuk sampai di puncaknya Bukit Cinta. Sayangnya
kabut telah menutupi pandangan, kami hanya dapat melihat jarak sejauh beberapa
meter saja. Matahari terbit tak dapat kami lihat. (yaa.. sunrise tetep sunrise
aja kok, tapi yang bikin beda banget adalah karena bareng temen-temen
melihatnya. Apa karena kita udah bela-belain datang pagi banget ya? Haha.. Yaudalah,
masih ada temen walau gak liat matahari terbit di Malang) Meskipun begitu,
perjalanan mendaki yang cukup jauh tidak terasa sia-sia karena teman-teman saya
yang lain pun tetap tersenyum meskipun tak dapat melihat pemandangan selain
kabut berwarna susu. (Iya, kita tetep foto-foto dong)
Sudah naik, saya pun turun lalu kembali ke jeep untuk
melihat pemberhentian selanjutnya di tur Bromo ini. Pemberhentian selanjutnya
ternyata adalah ke kawah. Untuk ke kawah, kami perlu berjalan jauh melintasi
padang pasir, bukit-bukit bercelah-celah dan tak rata, kemudian menaiki ratusan
anak tangga lagi agar benar-benar di depan mulut kawah. Untungnya ada
alternatif lain: menunggangi kuda seharga seratus dua puluh lima ribu rupiah
untuk mengantar saya ke dasar anak tangga lalu kembali lagi.
Sesampainya di dasar anak tangga ke kawah, saya
mempersiapkan mental dahulu, mengingat ada banyak anak tangga yang harus
dilangkahi. Teringat juga bagaimana nafas saya tersengal-sengal hanya karena
berjalan menuju mulut kawah tersebut. Tidak tersadari ternyata saya cukup rindu
dengan tempat itu. Akan tetapi tempat itu terlihat sedih di mata saya,
disebabkan banyak sekali sampah (Lagi-lagi sampah). Saat perjalanan ke atas
saya sempat berhenti beberapa kali untuk mengambil nafas, yaa.. takut jika
kekurangan nafas sedikit saja saya akan terselip dan jatuh terguling ke bawah. Curam.
Akhirnya saya memijakkan pijakan terakhir yang menghantarkan
saya di depan mulut kawah. Pada saat yang sama, angin terasa bertiup tambah
kencang. Saking kencangnya saya takut terhempas, maka saya langsung jongkok
untuk memperkecil kemungkinan terhempas.
Sepertinya itu
saja dulu untuk sekarang, sampai jumpa lagi.
Komentar
Posting Komentar